Sabtu, 23 Juni 2012

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISIME DALAM PEMBELAJARAN IPS SD


PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISIME             
DALAM PEMBELAJARAN IPS SD
Abstrak
Oleh Daryono, S.Pd.
Tantangan berat kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi global sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis. Untuk dapat mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi global sosial masyarakat dalam pembelajaran  IPS diperlukan aktivitas yang baik dari peserta didik.
Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Salah satunya adalah  metode yang digunakan didominasi oleh metode ceramah, informasi dan konsep-konsep yang dipelajari diberitahukan melalui ceramah, metode dan pendekatan pembelajaran belum bervariasi sehingga anak cepat jenuh dan aktivitas belajar siswa belum maksimal.
Adanya permasalahan tersebut perlu diberikan solusi terbaik bagaimana upaya meningkatkan pembelajaan Ilmu Pengetahuan Sosial di SD. Salah satu upaya dengan menerapkan model pembelajaran konstruktivisme untuk meningkatkan pembelajaran IPS di SD.
Esensi dari teori konstruktivisme adalah bahwa siswa harus menemukan dan menstranformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka. Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses menkonstruksi bukan menerima pengetahuan.
Penerapan model pembelajaran konstrukstivisme dalam pembelajaran IPS di SD guru harus merencanakan dan melaksanakan pembelajaran model konstrukstivisme melalui tiga fase pembelajaran yaitu fase eksplorasi, klarifikasi dan aplikasi. Melalui penerapan model pembelajaran konstrukstivisme dalam pembelajaran IPS di SD aktivitas belajar siswa akan tinggi sehingga pembelajaran IPS di SD berkualitas.

Kata kunci:  model pembelajaran konstrukstivisme, aktivitas belajar, pembelajaran IPS
Pendahuluan
Di masa yang akan datang tantangan berat kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi global sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis (Permen Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi).
Untuk dapat mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi global sosial masyarakat dalam pembelajaran  IPS diperlukan aktivitas yang baik dari peserta didik. Sardiman (1994:95) mengemukakan bahwa aktivitas dalam proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal-hal yang belum jelas, mencatat, mendengar, berfikir, membaca dan segala kegiatan yang dilakukan yang dapat menunjang prestasi belajar. Djamarah (2006:67) juga menyatakan belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil bagi anak didik, sebab kesan yang didapatkan oleh anak didik lebih tahan lama tersimpan di dalam benak anak.
Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SD: (1) kegiatan pembelajaran IPS masih banyak didominasi oleh guru, siswa kurang aktif dalam pembelajaran; (2) metode yang digunakan didominasi oleh metode ceramah, informasi dan konsep-konsep yang dipelajari diberitahukan melalui ceramah; (3) metode dan pendekatan pembelajaran belum bervariasi sehingga anak cepat jenuh dan aktivitas belajar siswa belum maksimal.
Adanya permasalahan tersebut perlu diberikan solusi terbaik bagaimana upaya meningkatkan pembelajaan Ilmu Pengetahuan Sosial di SD. Tujuan penulisan ini makalah ini adalah  untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPS di SD dan mengetahui apakah model pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SD.
Permasalahan dalam makalah ini adalah:
1.      Bagaimanakah penerapan model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPS di SD.
2.      Apakah model pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SD

Pembahasan
Model Pembelajaran Konstruktivisme
Menurut Sardiman (2007:223) teori atau aliran ini merupakan landasan berfikir bagi pendekatan kontekstual (CTL). Pengetahuan riil bagi siswa adalah suatu yang dibangun atau ditemukan oleh siswa itu sendiri. Jadi pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang harus diingat tetapi siswa harus merekonstruksi pengetahuan itu kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata. Dalam hal ini siswa harus dilatih untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergulat dengan ide-ide dan kemudian mampu merekonstruksinya.
Atas dasar pertimbangan tersebut proses pembelajaran harus dikemas menjadi proses “merekonstruksi, bukan menerima informasi/pengetahuan dari guru”. Dalam hal ini siswa akan membangun sendiri pengetahuannya melalui keterlibatan secara aktif dalam proses pembelajaran, untuk lebih menghidupkan suasana kelas, memang dituntut kreaktivitas guru.
Masnur Muslich (2007:44) pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreaktif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan pengalaman belajar  yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep serta kaidah yang siap dipraktikkan. Manusia harus mengkonstruksinya terlebih dahulu pengetahuan tersebut dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Karena itu siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide yang ada pada dirinya.
Syaiful Sagala (2007: 88) menyatakan konstruktivisme (construktism) merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual, pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan  bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Esensi dari teori konstruktivisme adalah bahwa siswa harus menemukan dan menstranformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka. Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses menkonstruksi bukan menerima pengetahuan.
Landasan berfikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektifitas, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan: (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberikan kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
Tahap-tahapan model pembelajaran konstruktivisme menurut Agus Suyatna (2007:33-34) adalah:
1.  Fase eksplorasi:
a. Memperlihatkan/membandingkan konsep-konsep pokok.
b. Mangajukan pertanyaan tentang konsep-konsep pokok.
c. Mengeksplorasi dan menampung semua jawaban siswa di papan tulis.
d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki jawaban yang     tidak sesuai.
2.  Fase klarifikasi:
a. Menjelaskan secara terbuka tentang pokok-pokok materi.
b. Memberi kesempatan kepada siswa dalam kelompok untuk bertanya.
c. Menumbuhkan partisipasi aktif dalam merumuskan pengetahuan siswa.
d. Memberikan masalah kepada siswa untuk dipecahkan.
e. Menumbuhkan keceriaan dan antusias siswa dalam berdiskusi secara berkelompok untuk memecahkan masalah.
f. Memberkan penghargaan terhadap aktivitas dan kreaktivitas siswa dalam diskusi kelompok.
g. Memberi kesempatan kepada siswa mencari tambahan rujukan.
3. Fase aplikasi:
a. Memberi kesempatan kepada kelompok untuk melaporkan hasil diskusi.
b. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan rekomendasi.
c. Memberi tugas kepada siswa untuk membuat tulisan tentang materi yang dibahas.

Tahapan pembelajaran model konstruktivisme menurut Agus Suyatna (2007:33-34) tersebut di atas sesuai dengan Permendiknas nomor 41 tahun 2007  tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang menyatakan pembelajaran dilakukan secara interaktif,inspiratif,menyenangkan, menantang,  memotivasi  peserta  didik  untuk  berpartisipasi  aktif,  serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

Aktivitas Belajar

Dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas belajar. Tanpa adanya aktivitas, belajar itu tidak mungkin berlangsung dengan baik. aktivitas dalam belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaranm bertanya hal-hal yang belum jelas, mencatat, mendengar, berfikir, membaca, dan segala kegiatan yang dilakukan yang dapat menunjang prestasi belajar (Sardiman, 2007:95). Senada dengan hal tersebut Djamarah (2007: 67) mengemukakan bahwa belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil bagi anak didik, sebab kesan yang didapatkan oleh anak didik lebih tahan lama tersimpan di dalam benak anak didik.
Sardiman (1994:99) mengutip pendapat Dierich (1984) yang menyatakan bahwa jenis kegiatan siswa digolongkan ke dalam 8 kelompok; visual activities, oral activities, listening activities, writing activities, drawing activities, motor activities, mental activities dan emosional activities,
Aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran adalah aktivitas yang utuh antara aktivitas jasmani dn rohani siswa, seperti Sardiman (2007:100) menyatakan bahwa yang dimaksud aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Aktivitas jasmani dan rohaniah juga disampaikan oleh Usman (2000) mengatakan bahwa aktivitas belajar adalah  aktivitas jasmaniah dan rohaniah, meliputi aktivitas  visual, aktivitas lisan, aktivitas mendengarkan, aktivitas gerak dan aktivitas menulis.
Lebih ditekankan lagi oleh Melvin L. Silberman (2006) mengemukakan paham belajar aktif memberikan gambaran tingkatan aktivitas belajar terhadap penguasaan materi yang dikuasainya, yaitu:
1. apa yang saya dengar saya lupa;
2. apa yang saya lihat saya ingat sedikit;
3. apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan saya mulai paham;
4. apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan saya memperoleh   pengetahuan dan keterampilan;
5. apa yang saya ajarkan kepada orang lain saya kuasai.                                                                                      
Rianto & Dhari (1994) menyatakan bahwa agar aktivitas berjalan efektif, diperlukan keterlibatan secara terpadu, berkesinambungan dari berbagai macam hal yaitu mengarah pada interaksi yang optimal, menuntut berbagai jenis aktivitas peserta didik, strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, dan menggunakan  berbagai variasi media dan alat peraga.
Penerapan model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPS di SD, penulis telah melakukan penelitan tindakan kelas terhadap kegiatan pembelajaran IPS pada kelas IV pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010. Kegiatan tindakan dilaksanakan dalam tiga siklus, setiap siklus selama dua pertemuan pembelajaran. Hasil pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPS mengalami peningkatan. Peningkatan aktivitas belajar siswa ini sebagai akibat dari penerapan model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPS. Dengan adanya peningkatan aktivitas belajar siswa diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPS di SD.



Simpulan
Berdasarkan pembahasan disimpulkan bahwa:
1.      Penerapan model pembelajaran konstrukstivisme dalam pembelajaran IPS di SD guru harus merencanakan dan melaksanakan pembelajaran model konstrukstivisme melalui tiga fase pembelajaran yaitu fase eksplorasi, klarifikasi dan aplikasi;
2.      Model pembelajaran konstrukstivisme dapat meningkatkan aktivitas belajar IPS di SD.
Saran
Guru dapat mengembangkan model pembelajaran konstrukstivisme lebih lanjut pada mata pelajaran dan materi yang lain di SD.

DAFTAR PUSTAKA
Bahri, Syaiful & Aswan. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas. 2006. PP Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.

Djamarah. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Silberman, Melvin L. 2006. Active Learning, 101 cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusa Media.

Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.

Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sagala, Syaiful. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Suyatna, Agus. 2007. Model-model Pembelajaran Efektif. Modul disampaikan pada Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru. Bandar lampung: Rayon 7 Universitas Lampung.



Pemanfaatan Media Alam Dalam Pembelajaran IPA di SD

PEMANFAATAN MEDIA ALAM SEKITAR DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SD 
Oleh Daryono, M,Pd.

Abstrak 
Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas pembelajaran IPA di SD adalah kemampuan guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran, seperti menentukan metode atau memilih media pembelajaran yang tepat. Siswa kurang dikenalkan dengan lingkungan alam sekitar yang kaya dengan sumber-sumber belajar yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran dan membantu pemahaman terhadap konsep-konsep materi pembelajaran IPA. Untuk memperbaiki proses pembelajaran itu maka dipandang perlu dikembangkan beberapa upaya yang secara terus menerus oleh guru dan sekolah, sehingga kegiatan pembelajaran dapat lebih menarik, dan meningkatkan aktivitas belajar siswa untuk mempelajari IPA. Materi pembelajaran IPA lebih banyak mempelajari dan memanfaatkan alam, sehingga aktivitas belajar dapat diciptakan dalam pembelajaran. Guru harus merencanakan pembelajaran IPA dengan menerapkan media alam sekitar secara tepat sehingga pembelajaran dapat mengembangkan daya kreatifitas, imajinasi, kemampuan motorik, emosi, sosial, kognitif dan bahasa siswa. Dengan pemanfaatan media alam sekitar yang tepat dalam pembelajaran IPA di SD dapat meningkatkan aktivitas belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Kata kunci: media alam sekitar, pembelajaran IPA di SD 
Pendahuluan 
Penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan banyak mengalami masalah, baik dalam hal pemerataan pendidikan, kesempatan belajar dan kurangnya sarana dalam pendidikan serta kurangnya sumber belajar yang tersedia dan pemanfaatanya dalam membantu pelaksanaan proses pembelajaran. Salah satu alternatif pemecahan masalah pendidikan tersebut melalui penerapan teknologi pembelajaran, yaitu dengan memberdayakan sumber sumber belajar, yang dirancang, dimanfaatkan dan dikelola untuk tujuan pembelajaran. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya kualitas pembelajaran adalah kemampuan siswa untuk menerima pelajaran atau kemampuan guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran seperti menentukan metode ataupun memilih media pembelajaran yang tepat. Berdasarkan kenyataan di lapangan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam masih banyak mengalami kendala, yaitu belum maksimalnya pemanfaatan media pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang tersedia sekolah, serta belum banyak memanfaatkan lingkungan alam sebagai sumber dan media pembelajaran. Guru dalam perencanaan pembelajaran belum mengembangkan materi pembelajaran yang dikaitkan dengan pemanfaatan lingkungan alam sekitar. Dalam proses pembelajaran guru belum banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif turut serta mencari sumber-sumber belajar yang dapat dimanfaatkan sehingga meningkatkana aktivitas belajar dan dapat memperkaya wawasan siswa. Guru di dalam penyampaian materi pembelajaran sangat kurang dalam penggunanan media pembelajaran, konsep-konsep Ilmu Pengetahuan Alam disampaikan secara lisan sesuai yang tertera di buku pelajaran. Siswa kurang dikenalkan dengan lingkungan alam sekitar yang kaya dengan sumber-sumber belajar yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran dan membantu pemahaman terhadap konsep-konsep materi pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Untuk memperbaiki proses pembelajaran itu maka dipandang perlu dikembangkan beberapa upaya yang secara terus menerus oleh guru dan sekolah, sehingga kegiatan pembelajaran dapat lebih menarik, dan meningkatkan aktivitas belajar siswa untuk mempelajari Ilmu Pengetahuan Alam. Materi pembelajaran IPA lebih banyak mempelajari dan memanfaatkan alam, sehingga dengan memanfaatkan alam sekitar keaktifan siswa dapat diciptakan dalam pembelajaran. Upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut guru harus mampu mendesain pembelajaran pemanfaatan lingkungan alam sekitar sekolah sebagai media pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk meningkatkan aktivitas siswa. Proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di kelas dilakukan dengan dengan memberikan ceramah untuk menyampaikan konsep-konsep Ilmu Pengetahuan Alam, siswa disuruh menghafal, mencatat atau menyelesaikan soal-soal yang terdapat dalam buku pelajaran, tanpa banyak melibatkan siswa dalam interaksi pembelajaran. Aktivitas siswa dalam belajar sangat terbatas hanya menulis, membaca dan mendengarkan, dan belum banyak kegiatan ekplorasi yang dilakukan oleh siswa dalam mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah. Pemanfaatan sumber belajar masih sangat terbatas guru hanya banyak mengandalkan buku-buku yang tersedia dan bahkan hanya satu sumber buku yang digunakan sebagai sumber belajar. Lingkungan alam sekitar dan sumber-sumber lain belum banyak digunakan, bahkan media pembelajaran yang tersedia di sekolah belum secara maksimal dipergunakan, karena faktor kemampuan dalam penggunaan yang masih sangat terbatas. Berdasar hal tersebut maka dalam makalah ini akan membahas pemanfaatan media alam sekitar dalam pembelajaran IPA di SD, dalam upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa. Beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah: 1. Bagaimanakah pemanfaatan media alam sekitar dalam pembelajaran IPA di SD. 2. Apakah pemanfaatan media alam sekitar dalam pembelajaran IPA di SD dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. 
PEMBAHASAN 
Pembelajaran Berbasis Lingkungan Belajar pada hakekatnya adalah suatu interaksi antara individu dan lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya individu memberikann respons terhadap lingkungnya. Dalam proses interaksi itu dapat terjadi pada diri individu berupa perubahan tingkah laku pada lingkungan merupakan faktor yang penting dalam proses pembelajaran. Lingkungan (environment) sebagai dasar dalam pembelajaran adalah faktor kondisional yang mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan faktor yang penting. Lingkungan pembelajaran terdiri atas: a. Lingkungan sosial, adalah lingkungan masyarakat baik kelompok besar atau kelompok kecil. b. Lingkungan personal meliputi individu-individu sebagai pribadi berpengaruh terhadap individu pribadi lainnya. c. Lingkungan alam (fisik) meliputi semua sumber daya alam yang dapat diberdayakan sebagai sumber belajar. d. Lingkungan kultur mencakup hasil budaya dan teknologi yang dapat dijadikan sumber belajar dan yang dapat menjadi faktor pendukung pembelajaran. Dalam konteks ini termasuk sistem nilai, norma, dan adat kebiasaan. Sebagai lingkungan pendidikan, pembelajaran miliki fungsi-fungsi yaitu : a. Fungsi psikologi Stimulus bersumber dari lingkungan yang merupakan rangsangan terhadap individu sehingga terjadi respons,yang menunjukkan tingkah laku tertentu.Respon ini dapat dijadikan stimulus baru dan seterusnya, ini berarti lingkungan mengandung makna dan melaksanakan fungsi psikologis tertentu. b. Fungsi pedagogis Lingkungan memberikan pengaruh-pengaruh yang bersifat mendidik, khususnya lingkungan yang sengaja disiapkan sebagai suatu lembaga yang sengaja disiapkan sebagai suatu lembaga pendidikan, misal keluarga, sekolah.lembaga pelatihan. c. Fungsi instruksional Program instruksional merupakan suatu lingkungan pembelajaran yang dirancang secara khusus. Guru memberikan pembelajaran yang dirancang secara khusus. Penggunaan lingkungan dan alam sekitar sangat penting, hal ini diungkapkan oleh susanto (http://susantotutor.wordpress.com) bahwa alasan pemberdayaan lingkungan dan alam sekitar sebagai media pembelajaran adalah: 1. Ketersediaannya yang tidak terbatas (alasan utama) 2. Sekolah bebas menentukan sumber belajar yang dibutuhkan siswa (karena model pengembangan kurikulum sudah desentralistik, tidak sentralistik lagi) 3. Optimalisasi pemberdayaan masyarakat untuk pendidikan 4. Pelestarian dan pengembangan sumber daya alam serta peningkatan kualitas sumber daya manusia secara merata. Kiat guru dalam memanfaatkan alam sebagai media pembelajaran Untuk mengoptimalkan proses pembelajaran guru harus memiliki kiat yang tepat agar pemanfaatan alam sekitar sebagai media pembelajaran agar dapat mengaktivkan siswa dalam proses pembelajaran maka susanto dalam (http://susantotutor.wordpress.com) menyampaikan kiat yang dapat diikuti guru untuk memilih lingkungan alam sebagai media pembelajaran: 1) Pilih lingkungan alam yang mampu mengembangkan kemampuan dan keterampilan fisik siswa. 2) Usahakan lingkungan yang baru, yang berbeda dengan lingkungan kelas/sekolah agar siswa berlatih beradaptasi. 3) Ciptakan suasana yang membuat siswa merasakan peran-peran sosial yang baru. 4) Pilih lingkungan alam yang mendukung pengembangan keterampilan dasar siswa dalam membaca, menulis dan menghitung. 5) Cari suasana lingkungan yang dapat mengembangkan hati nurani siswa melalu pengalaman berinteraksinya. 6) Ciptakan permainan dan suasana belajar yang dapat meningkatkan kerjasama kelompok dan kemampuan memimpin. 7) Pilih lingkungan alam yang dapat mengembangkan daya kreatifitas, imajinasi, kemampuan motorik, emosi, sosial, kognitif dan bahasa siswa. Dalam menciptakan suasana atau iklim pembelajaran yang menyenangkan, menantang dan kondusif dapat dilakukan melalui: a. Menyediakan alternatif pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun yang cepat dalam melakukan tugas pembelajaran. b. Memberikan pembelajaran remidial bagi peserta didik yang kurang berprestasi atau prestasi rendah. c. Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman dan aman bagi perkembangan potensi seluruh peserta didik secara optimal. d. Menciptakan kerja sama saling menghargai, baik antar peserta didik maupun antara peserta didik dengan guru dan pengelola pembelajaran lainnya. e. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses perencanaan belajar dan kegiatan pembelajaran. f. Mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggung jawab bersama antara peserta didik, sehingga guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator dan sebagai sumber belajar. g. Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajaran yang menekankan pada evaluasi diri sendiri (Warsita, 2008:289). Berdasarkan pendapat di atas bahwa pembelajaran berbasis lingkungan adalah suatu bentuk pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan alam sekitar sekolah yang berupa perkebunan, pertanian atau peternakan/pemeliharaan hewan sebagai media pembelajaran oleh siswa kelas dalam rangka mempermudah siswa memahami konsep-konsep pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam melalui objek secara nyata di lingkungan. Aktivitas Belajar Dalam standar proses pendidikan, kegiatan pembelajaran didesain untuk membelajarkan siswa, menempatkan siswa sebagai subyek belajar. Seperti yang tercantum dalam Bab IV pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal ini jelas menunjukkan bahwa proses pembelajaran terfokus pada aktivitas peserta didik. Dengan makna lain bahwa pembelajaran ditekankan pada aktivitas siswa. Aktivitas siswa menurut Sardiman (2007:100) adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dijelaskan juga oleh Usman (2000) bahwa aktivitas belajar adalah aktivitas jasmaniah dan rohaniah, yang meliputi aktivitas visual, aktivitas lisan, aktivitas mendengarkan, aktivitas gerak dan aktivitas menulis. Aktivitas belajar siswa secara jelas oleh Dierich dalam Sardiman, (2007: 101) menyatakan bahwa jenis kegiatan siswa digolongkan ke dalam 8 kelompok, diantaranya; (1) Visual activities, (2) Oral activities,(3) Listening activities, (4) Writing activities, (5) Drawing activities, (6) Motor activities, (7) Mental activities, (8) Emosional activities. Pendapat Melvin L. Silberman (2006) mengemukakan bahwa paham belajar aktif memberikan gambaran tingkatan aktivitas belajar terhadap penguasaan materi yang dikuasainya, yaitu: (1) apa yang saya dengar saya lupa, (2) apa yang saya lihat saya ingat sedikit, (3) apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan saya mulai paham, (4) apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan sayamemperoleh pengetahuan dan keterampilan, (5) apa yang saya ajarkan kepada orang lain saya kuasai. Untuk mewujudkan aktivitas belajar siswa Rianto & Dhari (1994) mengemukakan agar aktivitas berjalan efektif, diperlukan keterlibatan secara terpadu, berkesinambungan dari berbagai macam hal yaitu mengarah pada interaksi yang optimal, menuntut berbagai jenis aktivitas peserta didik, strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, dan menggunakan berbagai variasi media dan alat peraga. Pemanfataan media alam sekitar dalam pembelajaran IPA di SD telah penulis buktikan melalui penelitian tindakan kelas dengan judul Pemanfaatan Media Alam Sekitar Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar IPA pada Siswa Kelas VI SD N 2 Banjarnegeri Gunung Alip Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan selama tiga siklus tersebut memberikan peningkatan aktivitas belajar siswa. Hal tersebut membuktikan bahwa pemanfaatan media alam sekitar dalam pembelajaran IPA di SD mempunyai dampak yang positif terhadap peningkatan aktivitas belajar siswa. 
Simpulan 
 Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Agar pemanfaatan media alam sekitar dalam pembelajaran IPA di SD dapat mencapai sasaran, harus direncanakan oleh guru dalam RPP secara tepat sehingga pembelajaran dapat mengembangkan daya kreatifitas, imajinasi, kemampuan motorik, emosi, sosial, kognitif dan bahasa siswa 2. Pemanfaatan media alam sekitar dalam pembelajaran IPA di SD dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. 
Saran 
1. Agar guru SD dapat mempersiapkan perencanaan pembelajaran IPA dengan memanfaatkan media alam sekitar secara tepat. 
2. Agar guru menambah wawasan tentang pemanfaatan media pembelajaran. 
DAFTAR PUSTAKA 
Depdiknas .2005. Peraturan Pemerintah RI No 19 Tahun 2005 Tentang Sistem Standar Nasional Pendidikan. Jakarta. Http://susantotutor.wordpress.com. Akses 5 Juli 2011. Sadiman ,Arief. 2007. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sardiman, AM. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Silberman, Melvin L. 2006. Active Learning, 101 cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusa Media. Uzer, Usman. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya. Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Sabtu, 16 Juni 2012

LAYAKKAH SAYA MENJADI KEPALA SEKOLAH BERPRESTASI MAKALAH DISUSUN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT SELEKSI KEPALA SEKOLAH BERPRESTASI KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2012 OLEH : DARYONO, M.Pd. NIP 197108201993081001 KEPALA SD NEGERI 2 BANJARNEGERI KECAMATAN GUNUNG ALIP KABUPATEN TANGGAMUS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah bermutu ditentukan oleh beberapa variable penentu. Pertama variabel penentu yang membuat sekolah bermutu adalah guru-gurunya yang memiliki tingkat adaptasi yang tinggi dalam lingkungan yang selalu berubah. Ilmu pengetahuannya selalu terbarukan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat. Kemajuan sekolah dipengaruhi oleh tingkat perkembangan keterampilan guru dalam mendongkrak kemajuan siswa belajar. Keterampilan terbaiknya adalah membuat siswa belajar bagaimana cara belajar paling mudah. Kedua, sekolah yang bermutu memiliki orang tua yang partisipatif mendukung siswa mempersiapkan dan meningkatkan aktivitasnya mempelajari berbagai hal yang bermutu. Meningkatkan kemauan siswa untuk selalu bekerja dengan baik. Pemantapan belajarnya selalu tertingkatkan melalui pengulangan dan pembiasaan. Orang tua yang efektif adalah yang memahami kebutuhan siswa belajar, mendukung guru-guru bekerja efektif. Ke tiga, variabel utama penentu kemajuan ialah kepala sekolah. Kepala sekolah adalah kunci kemajuan sekolah. Semua potensi yang tersedia di sekolah tidak akan berarti apa-apa di tangan kepala sekolah yang tidak kreatif. Sebaliknya berbagai keterbatasan akan perubah di tangannya karena ia cerdas mengolahnya. Catatan Penting tidak selamanya untuk kepala sekolah yang tua yang berwibawa. Untuk Kebanyakan Kepala Sekolah adalah yang sudah tua, Katanya yang tua lebih banyak Asam Garamnya. Kepala sekolah menggerakan seluruh insan di sekolah dengan cepat dan aman, seperti seorang pilot pesawat jumbo yang selalu sigap menghadapi berbagai perubahan dan tantangan, pemberani dan penuh berdisiplin, berpikir dan bergerak cepat. Pikirannya selalu jauh melampaui pandangan orang-orang di sekitarnya karena karakternya yang selalu mendahului orang dalam belajar. Perhitungannya lebih kuat, lebih cepat, lebih dinamis, lebih mengarah, lebih teriorganisir dalam memfasilitasi dan menggubah semua potensi menjadi prestasi. Kepala Sekolah harus memiliki visi dan misi pribadi yang tepat dalam memajukan mutu sekolah. Bagaimana tindakan kepala sekolah untuk mencapai misi tersebut sangat tergantung pada kemampuan dan peran kepala sekolah dalam membina guru-guru untuk mencapai tujuan terutama disesuaikan dengan tuntutan masyarakat peengguna sekolah. Semua sekolah pada dasarnya memiliki potensi yang sama, kualitas sekolah sangat ditentutan oleh kemampuan kepala sekolah dalam mengelola sekolah. Kedudukan kepala sekolah dalam hal ini sangat penting, ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa penilaian tentang “bagaimana sekolah” sangat tergantung pada “bagaimana kepala sekolahnya”. Pendapat ini memberi makna bahwa “nasib sekolah” tergantung pada bagaimana kepala sekolah “mengelola sekolahnya”. Dalam hal ini, kepala sekolah hendaknya dipandang sebagai sosok atau tokoh yang memegang tampuk pimpinan sekolah yang mempunyai kuasa menentukan kehidupan sekolah. Kepemimpinan merupakan inti dari organisasi dan manajemen yang berperan sebagai penggerak, dinamisator, dan koordinator, dari segala sumber daya manusia dan sumber daya yang lain yang ada dalam organisasi dan juga sebagai faktor kunci dalam aspek menejerial untuk mencapai sasaran – sasaran tertentu. Disamping itu kepemimpinan yang dinamis dan efektif merupakan sumber daya yang paling pokok (Wahjosumidjo, 2002:4), sedangkan menurut Hasibuan (2001, 167) bahwa kepemimpinan seseorang akan mewarnai pola kerja serta cara mengakomodasikan seluruh fungsi yang ada dalam mendukung terwujudnya tujuan organisasi. Di samping itu dalam Panduan Manajemen Sekolah (Depdiknas, 2000:112) disebutkan kepemimpinan kepala sekolah adalah cara atau usaha kepala sekolah dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan guru, staf, siswa, orang tua siswa, dan pihak lain yang terkait untuk bekerja atau berperan serta guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk dapat menuju sebuah organisasi yang baik dalam sekolah, sebagai pedoman bagi kepala sekolah harus berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007 tanggal 17 april 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah, bahwa Kepala Sekolah harus memiliki kompetensi; kepribadian manajerial, kewirausahaan, dan Supervisi Sosial. Kriteria tersebut menjadi acuan kepala sekolah dalam mengelola sekolah. Dalam makalah ini ada beberapa hal tentang pencapaian saya selama menjadi guru dan kepala sekolah, baik dalam hal kedinasan, prestasi pribadi, sosial kemasyarakatan, dan keluarga. Bukan berniat menyombongkan diri, tapi demi tuntutan persyaratan dalam mekaksanakan tugas kedinasan perlu saya sampaikan. B. Rumusan Masalah Dalam makalah dengan judul “Layakkah Saya Menjadi Kepala Sekolah Berprestasi” ada beberapa masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apa visi dan misi sebagai kepala sekolah di SD Negeri 2 Banjarnegeri? 2. Bagaimana menentukan keputusan strategis dan menyusun rencana strategis untuk mencapai visi dan misi sebagai kepala sekolah SD Negeri 2 Banjarnegeri? 3. Bagaimana langkah konkrit yang diambil untuk mewujudkan visi dan misi tersebut? 4. Apa hasil yang dicapai selama 2 (dua) tahun masa kepemimpinannya? 5. Mengapa saya layak menjadi kepala sekolah berprestasi? C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Tujuan Teoritis: untuk mengevaluasi pencapaian program yang telah disusun. 2. Tujuan praktis: untuk melakukan revisi dalam peningkatan pelaksanaan program berdasarkan hasil yang dicapai sehingga dapat menjawab layakkah saya menjadi kepala sekolah berprestasi. BAB II PEMBAHASAN Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif harus memiliki sikap mandiri, terutama dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyelaraskan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Stogdill (1974, 81) dalam Gary Yukl (2001: 214) menyatakan bahwa profil ciri karakteristik dari pemimpin yang berhasil adalah “Pemimpin dikarakteristikkan dengan dorongan kuat untuk akan tanggung jawab dan penyelesaian tugas, kekuatan dan kegigihan dalam mengejar sasaran, sifat suka berpetualangan dan keaslian dalam pemecahan masalah, dorongan untuk melaksanakan inisiatif dalam situasi sosial, keyakinan diri dan rasa identitas pribadi, kesediaan untuk menerima konsekuensi dari keputusan dan tindakan, kesiapan untuk menyerap tekanan antarpribadi, kesediaan untuk bertoleransi terhadap frustasi dan penundaan , kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, dan kepasitas untuk membuat struktur sistem interaksi sosial untuk tujuan yang ada”. Pendapat Stodgill tersebut dapat menjadi acuan agar kepala sekolah menjadi pemimpin yang berhasil perlu memiliki dorongan untuk bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas, memiliki kekuatan dan kegigihan untuk mencapai tujuan, kreatif dalam mencari pemecahan masalah, mempunyai inisiatif dalam berbagai situasi, mempunyai percaya diri, konsekuen terhadap keputusan, kemampuan mengatasi konflik antarpribadi, memiliki toleransi terhadap kemampuan orang lain, mampu mempengaruhi orang lain untuk berbuat baik, menciptakan interkasi sosial yang nyaman. Kepemimpinan dan profesionalisme kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Selain itu, kepala sekolah harus mampu mengambil keputusan yang bijaksana secara tepat waktu dan tepat sasaran, tanpa harus menunggu perintah dari pimpinan yang ada di atasnya. Untuk mendukung hal tersebut di atas, maka sebagai guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah di SD Negeri 2 Banjarnegeri saya memiliki visi dan misi yang akan memandu saya dalam melaksanakan tugas di SD Negeri 2 Banjarnegeri A. Visi dan Misi sebagai kepala sekolah di SD Negeri 2 Banjarnegeri 1. Visi Visi Dedikasi, Kerjasama dan Prestasi Sebagai kepala sekolah Saya harus memiliki dedikasi yang tinggi terhadap tugas yang Saya emban, Untuk mencapai keberhasikan Saya tidak bisa bekerja sendiri, semua warga sekolah Saya ajak kerjasama dalam melaksanakan tugas. Hasil akhir dari penyelesaian tugas seluruh warga sekolah berhasil sesuai dengan program yang dicanangkan sehingga tercapai prestasi sekolah yang diinginkan. 2. Misi Misi untuk mencapai visi Saya tersebut: a. Saya harus senantiasa berfikir untuk kepentingan dunia pendidikan, tidak memikirkan apa yang Saya peroleh, tetapi Saya akan berfikir dan berbuat apa yang telah Saya lakukan untuk sekolah Saya; b. Saya tidak dapat bekerja sendiri, Saya tidak bisa hebat sendiri, Sekolah hebat bukan karena Saya sendiri. Sehingga Saya memerlukan kerjasama dengan semua warga sekolah, tanpa ada diskriminasi apapun; c. Saya harus bisa membangkitkan semangat untuk mengembangkan rasa percaya diri atas potensi yang dimiliki. Memberikan kesempatan semua warga sekolah untuk berprestasi yang terbaik mengukit nama baik sekolah. B. Mengambil Keputusan Strategis dan Menyusun Rencana Strategis SD Negeri 2 Banjarnegeri memiliki visi dan misi sebagai berikut : Visi : Terwujudannya Sekolah Berkualitas, SDM yang Cerdas, Terampil, Beriman dan Bertaqwa. Misi : 1. Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama dan budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak. 2. Meningkatkan Profesionlisme guru dalam pembelajaran. 3. Meningkatkan nilai keberhasilan di setiap jenjang kelas pada akhir tahun pelajaran. 4. Meningkatkan kerja sama dan peran serta orang tua siswa, masyarakat, pemerintah terhadap mutu sekolah. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, warga sekolah SD Negeri 2 Banjarnegeri menentukan keputusan strategis yang merupakan untuk mengatasi tantangan dan meraih peluang dengan mempertimbangkan faktor kekuatan dan kelemahan yang dimiliki sekolah dalam mencapai hasil maksimal sesuai dengan tujuan. Keputusan strategis harus diambil sehingga sekolah memiliki perencanaan yang tepat untuk memperoleh keunggulan kuantitas dan kualitas (akademik/non-akademik) sesuai keinginan dan tuntutan masyarakat dengan dukungan maksimal dari sumber daya yang dimiliki. SD Negeri 2 Banjarnegeri menyusun rencana strategis dalam Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS) dan dijabarkan dalam Program Kerja Tahunan Sekolah. Dalam menyusun Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS) dan Program Kerja Tahunan Sekolah melibatkan berbagai unsure; Kepala Sekolah, Guru, Tenaga Kependidikan, Pengawas, Komite, dan Tokoh Masyarakat dalam suatu pertemuan formal yang difasilitasi oleh kepala sekolah. D. Langkah Konkrit Yang Diambil Untuk Mencapai Visi dan Misi Dalam mewujudkan visi dan misi sebagai kepala sekolah SD Negeri 2 Banjarnegeri langkah konkrit yang saya lakukan adalah : 1. Memfungsikan secara maksimal sumber daya yang ada di SD Negeri 2 Banjarnegeri, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam (sarana dan prasarana) untuk mencapai prestasi sekolah 2. Mengoptimalkan waktu dengan cermat. 3. Menciptakan iklim yang kondusif di lingkungan sekolah, baik lingkungan belajar dan lingkungan sosial kemasyarakatan. 4. Memberi kebebasan untuk mengekspresikan diri, untuk siswa maupun pendidik dan tenaga kependidikan sehingga tercipta prestasi yang maksimal. 5. Selalu berkoordinasi dengan Komite Sekolah, Pengawas Sekolah serta pemangku kebijakan lain yang terkait untuk kemajuan sekolah. D. Hasil yang Dicapai Selama 2 (dua) Tahun masa kepemimpinan. Sejak tanggal 19 Februari 2011 sampai sekarang, pencapaian/perkembangan SD Negeri 2 Banjarnegeri terlihat signifikan. Ada beberapa hal yang dapat saya sampaikan sebagai berikut: 1. Pencapaian di bidang akademis. a. Ujian Nasional lulus 100% tahun 2010/2011. Klasifikasi hasil Ujian Nasional, Mata Pelajaran Bahasa Indonesia klasifikasi B, Matematika klasifikasi C, dan Ilmua Pengetahuan Alam klasifikasi B b. Akreditasi Sekolah dengan predikat B pada tahun 2011, predikat sebelumnya C c. Juara I seleksi OSN Matematika tingkat Kecamatan Gunung Alip dan mewakili Kecamatan Gunung Alip sebagai peserta seleksi OSN Tingkat Kabupaten Tanggamus tahun 2012. 2. Pencapaian di bidang peningkatan mutu Sumber Daya Manusia a. Melanjutkan kuliah Strata 2, lulus 1 orang. b. Melanjutkan kuliah Strata 1 PGSD, 9 orang, lulus 7 orang, dalam proses 2 orang. c. Mengikuti pembekalan kopetensi calon pengawas dan seleksi calon pengawas satuan pendidikan tahun 2010. d. Mengikuti diklat calon asesor Penilaian Kinerja Guru tahun 2011 e. Sertifikasi Guru: 5 orang PNS, 5 orang tersertifikasi, f. Terlaksananya rapat komite sekolah dan orang tua/wali siswa, sehingga terbentuknya pengurus Komite Sekolah baru periode 2011-2015. 3. Pencapaian di bidang sarana dan prasarana. a. Pengecatan gedung dan bangunan lain; b. Pemeliharaan dan pengadaan meubeler sekolah, kursi tamu, meja kantor, almari kantor; c. Penataan halaman dengan memasang paving blok 136 m2 bekerja sama dengan komite sekolah. d. Pemasangan keramik wc guru. e. Pengadaan alat peraga, buku pelajaran f. Pengadaan IT : 1 unit komputer, 1 unit printer, 1 unit laptop, 1 unit warless. E. Layakkah Saya Menjadi Kepala Sekolah Berprestasi Dari apa yang telah saya uraikan di atas, maka saya memberanikan diri meminta pendapat kepada rekan-rekan guru tentang Layakkah Saya menjadi Kepala Sekolah berprestasi. Berikut ini, saya sampaikan beberapa pendapat tentang Saya, layakkah Saya menjadi Kepala Sekolah berprestasi : 1. Hayati Hasan, S.Pd.SD guru kelas VI SD Negeri 2 Banjarnegeri Kecamatan Gunung Alip, guru dengan sertifikat pendidik, Golongan/Ruang IV/a: Karena dapat menjadi panutan, disiplin, berdedikasi tinggi terhadap pendidikan, juga sebagai kepala sekolah yang berpendidikan S.2 yang memadai. 2. Nurhenda, S.Pd.SD. Guru Kelas III SD Negeri 2 Banjarnegeri Kecamatan Gunung Alip: Karena bisa membimbing guru dalam berbagai bidang tugas sebagai guru kelas. 3. H. Sumari, S.Pd, Ketua K3S Kecamatan Gunung Alip , Guru dengan sertifikat pendidik, IV/a : Karena penuh dedikasi tinggi dalam melaksanakan tugasnya, latar belakang S.2 yang memadai sesuai dengan bidang tugasnya. 4. Sakroni, S.Pd.SD. Ketua KKGGugus 3 Kecamatan Gunung Alip Guru dengan sertifikat pendidik, golongan IV/a: Karena Sekolah yang dipimpinnya selalu mengalami kemajuan, menguasai berbagai bidang pembelajaran. 5. Junita, A.Ma.Pd. Guru Kelas I SDN 2 Banjarnegeri Kecamatan Gunung Alip, yang masih golongan II/b dan masih menunggu proses kelulusan S.1 PGSD UT tahun 2012: Karena setiap progam yang dicanangkan dapat diselesaikan dengan baik, bekerja sesuai dengan prosedur. 6. Weri Wantodi, Guru Non PNS yang mengampu mata pelajaran muatan lokal, sedang menempuh kuliah S.1 PGSD Guru Kelas UT: Karena disiplin dalam melaksanakan tugas, mengayomi terhadap bawahan, memiliki dedikasi yang tinggi. Dari beberapa pendapat rekan-rekan guru di lingkungan Kecamatan Gunung Alip tersebut, saya jadi merasa yakin bahwa Saya layak menjadi kepala sekolah berprestasi. BAB III PENUTUP A. Simpulan Dari hasil pembahasan yang saya sampaikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Visi sebagai kepala sekolah di SD Negeri 2 Banjarnegeri adalah terwujudnya dedikasi, kerjasama dan prestasi. Misi sebagai kepala sekolah di SD Negeri 2 Banjarnegeri adalah berfikir dan berbuat untuk pendidikan, mengoptimalkan kerja sama seluruh warga sekolah untuk mencapai tujuan, membangkitkan semangat dan percaya diri atas potensi yang dimiliki untuk mencapai prestasi. 2. Menentukan keputusan strategis yang disusun dalam rencana strategis sekolah dilaksanakan bersama antara kepala sekolah, dewan guru, tenaga kependidikan, pengawas, komite sekolah, dan tokoh masyarakat dalam suatu pertemuan formal yang difasilitasi oleh kepala sekolah. 3. Langkah konkrit untuk mewujudkan visi dan misi adalah memfungsikan secara maksimal sumber daya yang ada di SD Negeri 2 Banjarnegeri Gunung Alip, mengoptimalkan waktu dengan cermat, menciptakan iklim yang kondusif di sekolah, memberi kebebasan untuk mengekspresikan diri warga sekolah, selalu berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk kemajuan sekolah. 4. Hasil pencapaian selama 2 (dua) tahun masa kepemimpinan di SD Negeri 2 Banjarnegeri Gunung Alip adalah belum signifikan dibandingkan dengan program yang sudah direncanakan. 5. Saya layak menjadi kepala sekolah berprestasi karena saya memang berprestasi dalam memimpin SD Negeri 2 Banjarnegeri, berprestasi untuk meningkatkan kualitas pribadi dengan lulus Magister Pendidikan. B.Saran 1. Untuk Warga sekolah SD Negeri 2 Banjarnegeri Gunung Alip. Agar dengan penuh kesadaran dapat meningkatkan kompetensi secara mandiri untuk menuju guru yang profesional, selalu bekerja sama dengan sejawat dalam berbagai hal. 2. Untuk para Kepala Sekolah Dasar Dalam kepemimpinan Kepala Sekolah menerapkan kepemimpinan demokratis, transparan, serta meningkatkan keprofesionalan sebagai Kepala Sekolah. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2000. Panduan Manajemen Sekolah. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Depdiknas. 2007. Permen No. 13 tahun 2003 tentang Standar Kepala Sekolah. Hasibuan, SP. Malayu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jskarta: Bumi Aksara. Wahjosumidjo. 1984. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Yukl, Gary. 2001. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta: PT. Indeks.